Me Time : Cara Mudah Menghargai Diri Sendiri
October 27, 2019
Tahun ajaran baru sejatinya baru dimulai awal Oktober lalu. Dan memasuki minggu ketiga di bulan ini, emosi saya seperti terkuras tanpa henti. Sebelum kembali ke Roma, saya menghabiskan sisa liburan musim panas untuk mudik ke Indonesia. Lamanya sekitar satu bulan lebih. Di Indonesia sebisa mungkin saya memanfaatkan waktu yang singkat bersama keluarga dan teman tanpa memikirkan jumlah kredit kuliah yang belum dicapai, hutang ujian yang belum terbayar apalagi mikir kerjaan part time yang harus ditinggal. Yang terakhir sebenarnya agak kepikiran sih, karena mengambil break untuk part time artinya libur juga gajiannya.
Kali kedua ke Vietnam, demi Ha Long Bay | Fotografi Dok. Pribadi |
Kembalinya ke Roma, harapannya saya bisa menjalani hari-hari ke depan lebih optimis. Tersisa satu tahun lagi untuk menyelesaikan studi Master saya di bidang Fashion Science. Tidak bisa dipungkiri, saya meninggalkan Indonesia dengan perasaan yang masih berkecamuk di dalam kepala. Sepuluh hari di Indonesia pun terasa begitu lama. Lucunya, saya ingin cepat-cepat kembali ke Roma. Ke tempat yang segala sesuatunya 'terlihat indah'.
Waktu untuk melangkah ke hari-hari yang baru pun tiba. Senang sekali rasanya bisa kembali ke Italia. Ada perasaan yang menggebu saat saya mendarat di Milan. Perjalanan dengan kereta dari Milan ke Roma pun tak terasa lama. Meski harus ditempuh 7 jam dan tiba di Roma menjelang pergantian hari berikutnya.
Saya tak segan untuk memulai hari-hari saya di Roma. Hari-hari yang sejatinya berat untuk dijalani, namun saya tak boleh bosan memberi afirmasi positif ke diri saya kalau 'ini sebenarnya hari yang mudah untuk dilalui'. Tidak ada hal istimewa yang saya rindukan di 'Kota Abadi' ini. Justru rutinitas dan kebiasaan orang-orang di sini menjadi hal yang tidak sabar ingin saya lihat.
Satu tahun yang lalu di Malaysia | Fotografi Dok. Pribadi |
Orang Italia umumnya memulai hari dengan sarapan secangkir kopi dan cornetto (di Indonesia lebih umum disebut croissant). Di jam-jam 8-10 pagi mereka akan memenuhi bar, berdesak-desakan sambil teriak,
"Ciao, un espresso" atau "Un caffe"
Saya juga rindu naik kendaraan umum. Jalan kaki sambil melihat birunya langit dan gumpalan warna putih. Saya merasa lebih sehat, pikiran juga terasa rileks. Kadang saya juga merindukan hiruk pikuk orang-orang yang bergegas menuju stasiun metro, berdiri lantaran tak kebagian tempat duduk hingga pertanyaan dari signora di bus,
"Sce prossimo?"
Tapi saya akui sekembalinya saya ke Roma, beban di pundak terasa sedikit lebih ringan. Saya pun semangat mengikuti kuliah. Sayangnya itu tidak berlangsung lama. Beberapa hari, atau lebih kurang lebih 2 minggu kemudian, setelah saya memulai rutinitas sebagai pelajar dan pekerja part-time, pikiran saya kembali dipenuhi hal-hal yang tidak ingin saya pikirkan. Emosi saya kembali meluap. Sayangnya, saya memilih untuk memendam. Imbasnya tentu ke orang-orang terdekat saya. Saya tak henti-hentinya bersitegang dengan atasan, yang kemudian berujung pada keputusan nekat saya : keluar dari pekerjaan! Jujur, usai keputusan itu saya tidak ada gambaran bagaimana membayar apartemen bulan berikutnya. Di saat bersamaan, saya pun harus membayar denda sebesar 140 Euro atas akumulasi kesalahan yang pernah saya perbuat selama bekerja.
Dalam rangka cari sinar matahari kala musim dingin tiba | Fotografi Dok. Pribadi |
Sejak hari itu saya membatasi komunikasi, dengan siapapun. Menghindari kegiatan atau acara yang melibatkan sebuah kebiasaan 'basa basi' atau sekedar menyapa. Saya juga absen dari perkuliahan selama beberapa hari. Rasanya ingin mengosongkan apapun itu yang ada di otak saya. Hingga akhirnya Kamis ini saya memaksakan diri mendatangi salah satu kuliah umum yanng kebetulan digelar di tempat yang sama dengan perhelatan Festival Film di Roma. Dari sana saya mulai menegur teman-teman sekelas, makan siang bareng dan diskusi tentang beberapa tugas. Hingga akhirnya obrolan yang berujung sesi curhat wanita dengan salah satu teman dekat yang juga teman sekelas berbuah pada sebuah kesimpulan,
"Ini emang kedengarannya klise,
tapi sadar enggak sih kita butuh me-time?"
tapi sadar enggak sih kita butuh me-time?"
Tidak mengiyakan dan juga tidak membantah. Saya coba meresapi saran itu. Dan mungkin ada benarnya. Saya ada di keadaan, tidak mau apa-apa lagi, tidak tahu mau apa, entah itu muak atau benci dengan keadaan. Karena kalau ditanya pada diri sendiri, sejujurnya ini imbas dari perasaan kecewa. Efeknya seperti domino. Mungkin saya hanya kecewa dengan satu atau dua orang, tapi pada akhirnya kekecewaan itu mengantarkan saya ke rasa susah percaya kepada orang atau lingkungan baru. Iya, saya seperti terkena trust issues. Dan mungkin benar apa kata teman saya, kalau kita (rasanya) butuh me time.
Saya telah menulis beberapa kegiatan yang akan saya lakukan selama beberapa hari ke depan, dalam upaya merealisasikan definisi 'Me Time' versi saya. Bahkan sebelumnya saya sampai segitu niatnya cari referensi dari artikel bagaimana melakukan 'Me Time'.
Nah, buat teman-teman yang mungkin akhir-akhir ini tengah jenuh dengan rutinitas atau emosi sering naik turun, saya sudah merangkum beberapa aktivitas kecil yang (semoga) akan memberikan banyak pengaruh positif ke depannya.
1. Pergi Ke Toko Buku
Enggak harus beli buku kok, kalau saya kebetulan dari kecil emang suka main ke toko buku. Kalau dulu hobi banget baca komik yang kemasannya kebuka, atau fast-reading novel yang diincar, baru kalau cocok dibeli. Betah sih emang pada dasarnya. Cuma kalau sekarang karena toko buku kebanyakan berbahasa Italia, jadi kalau mampir paling iseng-iseng liat cover buku atau displaynya. Cover buku di sini keren-keren banget soalnya, makanya betah :)
Nah, buat teman-teman yang mungkin akhir-akhir ini tengah jenuh dengan rutinitas atau emosi sering naik turun, saya sudah merangkum beberapa aktivitas kecil yang (semoga) akan memberikan banyak pengaruh positif ke depannya.
1. Pergi Ke Toko Buku
Enggak harus beli buku kok, kalau saya kebetulan dari kecil emang suka main ke toko buku. Kalau dulu hobi banget baca komik yang kemasannya kebuka, atau fast-reading novel yang diincar, baru kalau cocok dibeli. Betah sih emang pada dasarnya. Cuma kalau sekarang karena toko buku kebanyakan berbahasa Italia, jadi kalau mampir paling iseng-iseng liat cover buku atau displaynya. Cover buku di sini keren-keren banget soalnya, makanya betah :)
Lucu banget kan covernya kuning jreng | Fotorafi Dok. Pribadi |
Beberapa koleksi buku dari Libbrario Fahrenhait, Roma | Fotografi Dok. Pribadi |
Buat penggemar fiksi lawas populer pasti kenal sama koleksi buku ini | Fotografi Dok. Pribadi |
2. Pakai Kuteks
Di Indonesia saya cuma punya kuteks 2 warna, merah maroon dan merah jreng. Tapi, semenjak pindah di sini hasrat koleksi kuteks tak lagi bisa dibendung. Selain harganya murah, warnya juga lengkap banget. Kadang kalau saya lagi bete, pulang dari metro turun di Termini Central Station terus masuk deh ke tenant KIKO Milano. Maksud hati biar sampai rumah kalau habis pakai kuteks bad moodnya hilang. Sekarang koleksi kuteks saya ada lebih dari 10, jadi saya termasuk yang sering atau jarang badmood nih?
3. Pergi ke Supermarket Anti Mainstream
Di Indonesia saya cuma punya kuteks 2 warna, merah maroon dan merah jreng. Tapi, semenjak pindah di sini hasrat koleksi kuteks tak lagi bisa dibendung. Selain harganya murah, warnya juga lengkap banget. Kadang kalau saya lagi bete, pulang dari metro turun di Termini Central Station terus masuk deh ke tenant KIKO Milano. Maksud hati biar sampai rumah kalau habis pakai kuteks bad moodnya hilang. Sekarang koleksi kuteks saya ada lebih dari 10, jadi saya termasuk yang sering atau jarang badmood nih?
Nah seringnya saya pakai 2 warna yang berbeda secara random | Fotografi Dok. Pribadi |
3. Pergi ke Supermarket Anti Mainstream
Supermarket anti mainstream di sini maksudnya marketplace yang tidak pernah atau jarang sekali saya kunjungi. Kenapa? Karena produk-produknya terlalu berkualitas dan harganya lumayan mahal ya. Kalo di Roma ada namanya Eataly, kalo di Jakarta mirip-miriplah sama Ranch Market. Di sini mereka menjual produk-produk berkualitas khas Italia dengan display yang eye-catching. Belanja enggak di sana? Enggak donk, saya cuma numpang sarapan aja ala orang Italia :
un cappuccino e cornetto!
Salah satu sudut display wine dari berbagai wilayah di Italia | Fotografi Dok. Pribadi |
Selain berbelanja, pengunjung juga bisa coba beberapa restoran di dalam Eataly | Fotografi Dok. Pribadi |
4. Cuci Mata Produk Lucu
Berhubung saya anaknya visual banget, jadi kalo liat produk-produk yang kemasannya lucu pasti bawannya mager di depan rak pajang. Awalnya masih dipandang, lama-lama pasti saya pegang-pegang , terus saya cium barangnya. By the way, saya juga suka cium bau buku. Sesimpel itu tapi saya seneng!
Rak pajang untuk sabun mandi, lucu kan kemasannya! | Fotografi Dok. Pribadi |
Kalau ini kemasan beras khas Italia, gemes enggak sih liatnya? | Fotografi Dok. Pribadi |
5. Weekend Brunch
Biasannya kopi sama cornetto buat sarapan ya, tapi kalau akhir pekan jangan ditanya deh jam berapa mulai isi perut. Pasti lewatin sarapan dan langsung brunch. Biar semangat dan happy, saya ajak teman saya ke salah satu pasticceria yang interior dan konsepnya unik di daerah pusat kota yang kebetulan dolci (dessert istilahnya kalau di Bahasa Inggris) dan kopinya juga enak.
Senang enggak? Alhamdulillah :)
Juara deh ini cornettonya, gede dan enak! Cappuccino dan cornetto cukup 3 Euro aja | Fotografi Dok. Pribadi |
6. Berburu Langit Biru
Saya sangat beruntung tinggal di kota ini. Yang perlu disyukuri saya tidak perlu pergi jauh-jauh untuk bisa menikmati pemandangan seperti ini : Langit biru. Beberapa foto di bawah ini diambil hanya beberapa blok dari apartemen yang saya tempati.
Warna bangunan dan langitnya serasi ya! | Fotografi Dok. Pribadi |
Sudut blok dengan lintasan tram | Fotografi Dok. Pribadi |
Blok ini lokasinya enggak jauh dari apartemen saya | Fotografi Dok. Pribadi |
7. Grocery
Nah kalau sebelumnya pergi ke supermarket cuma buat cuci mata, kali ini saya ke supermarket di mana saya biasa belanja. Sama segernya kok produk di sini, yang beda cuma tatanan dan harganya aja hehe.
Salah satu sudut display buah, ada yang tau buah apa yang di keranjang sebelah kiri? | Fotografi Dok. Pribadi |
Nah kalau ini display untuk lauk yang ready to eat | Fotografi Dok.Pribadi |
Segarnya enggak kalah kan sama di pasar ikan? Jangan fokus sama harganya ya! | Fotografi Dok. Pribadi |
The seasons, the taste, the color | Fotografi Dok. Pribadi |
Itu tadi beberapa kegiatan kecil 'Me Time' versi saya. Sebelumnya ada beberapa kegiatan yang pernah saya lakukan, seperti unplug dari sosial media hingga pergi dengan teman lama. Dan bersyukurnya saya, sebelum saya hubungi teman lama saya di Italia, mereka lebih dahulu kontak saya. Anyway, apapun itu, take a rest, pause for a while, do what you love and charge your energy. Ada yang punya ide lain buat ditambahkan? :))
--
Roma, 25 Oktober 2019
2 comments
Kalau baca cerita" kka di Itali buat aku belajar banyak sebelum memutuskan untuk lanjut master ke sana. Aku jadi tau suka duka hidup di Italia biar nggak terlalu kaget kalau udah diitalia
ReplyDeleteHalo, wah terima kasih udah mampir di blog aku. Hehe iya, hidup di perantauan apalagi di negeri orang emang enak, tapi yaa sepaket sama yg ga enaknya. Cuma, life must go on, masih byk kok yg bisa bikin hepi, apalagi di sini gudangnya makanan enak :D
Delete